"Selalu saja terjadi konflik horizontal yang mengarah komunal. Salah satu faktor penentu bahwa bangsa ini sudah kehilangan figur pemimpin yang kuat ke bawah, dan menjadi teladan bagi rakyatnya," kata Sosiolog Universitas Lampung (Unila), Dr Hartoyo, di Bandar Lampung, Rabu (7/11).
Ia menyebutkan figur pemimpin tersebut sekarang sudah bertambah menjadi empat bagian. Kalau dahulu, ujar dia, ada tiga tipenya yakni figur pemimpin rasional, kemudian tradisional, dan kharismatikal. "Sekarang era reformasi ada tambahan yakni figur pemimpin yang transaksional," ujarnya.
Figur pemimpin transaksional ini, menurut dia, merusak tatanan kehidupan yang
selama ini mengakar di masyarakat. Semua aktivitas sosial mengarah kepada
kepentingan fragmatisme demi meraih kekuasaan egosentris. "Pola figur
transaksional ini, dengan pengerahan massa yang bertendensi habis berapa balik
berapa," jelasnya.
Dengan pola transaksional ini, ia mengatakan figur pemimpin tersebut tidak akan
bertahan lama dalam panggung perpolitikan, karena bangunan politik kekuasaannya
bermuara pada kepentingan kekuasaan semata bukan kepentingan hajat hidup rakyatnya.
Mengenai konflik horizontal komunal yang sering terjadi di Indonesia, termasuk
di Lampung terakhir ini, ia mengatakan, solusinya harus ada dialog berbagai
pemegang kepentingan, baik nasional maupun lokal. Selain itu, perlu dibangun
lagi restrukturisasi pemikiran dan kebijakan rekonstruksi civil society, dan hal ini tidak bisa
praktis.
Menurut dia, konflik dalam masyarakat terjadi jika muncul ketimpangan dominasi
politik dan ekonomi dalam masyarakat itu sendiri. Hal itu sebagai dampak
kebijakan pemimpin yang transaksional membuat ketidakadilan sosial. Di samping
itu, pertarungan politik kekuasan yang mendominasi setidaknya membuat tatanan
kehidupan di bawah ikut berpengaruh, yang akhirnya menimbulkan segmentasi
sosial yang fragmatisme.
Redaktur: Dewi Mardiani
Reporter: Mursalin Yasland
Source: republika.co.id
No comments:
Post a Comment